ILMUNIMAL

31 Oktober 2015

Budidaya Cacing Tanah



1.      Pendahuluan
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae
Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
2.      Jenis
Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus.
Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi jenis lain.
Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung.
Cacing tanah jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah kecokelatan dengan jumlah segmen 75-165 dan klitelumnya terletak pada segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak manja sehingga dalam pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius.
Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua jenis yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak banyak bergerak
3.      Manfaat
Dalam bidang pertanian, cacing menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman. Selain itu juga cacing tanah dapat digunakan sebagai:
a.       Bahan Pakan Ternak
Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang dan kodok.
b.      Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit.
Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.
c.       Bahan Baku Kosmetik
Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik.
d.      Makanan Manusia
Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau Ayam.
4.      Persiapan Lokasi
a.       Tanah sebagai media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam jumlah yang besar.
b.      Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya.
c.       Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau ph sekitar 6-7,2. Dengan kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi.
d.      Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15-30 %.
e.       Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon adalah sekitar 15–25 derajat C atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat C masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembaban optimal.
f.       Lokasi pemeliharaan cacing tanah diusahakan agar mudah penanganan dan pengawasannya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung, misalnya di bawah pohon rindang, di tepi rumah atau di ruangan khusus (permanen) yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak meneruskan sinar dan tidak menyimpan panas.
5.      Teknis
a.       Penyiapan Sarana dan Peralatan
Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat.
Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak bertingkat sebagai tempat wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang dapat pula tanpa dinding (bangunan terbuka).
Model-model sistem budidaya, antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk, pancing bertingkat atau pancing berjajar..
b.      Pembibitan
Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung.
1)        Pemilihan Bibit Calon Induk
Sebaiknya dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan dalam jumlah yang besar. Namun bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan.
2)        Pemeliharaan Bibit Calon Induk
Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara:
a)      pemeliharaan cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang digunakan. Cacing tanah dapat dipilih yang muda atau dewasa. Jika sarang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah dewasa.
b)      pemeliharaan dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan ke bak lain.
c)      pemeliharaan kombinasi cara a dan b.
d)     pemeliharaan khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke bak lain.
e)      Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.
3)        Sistem Pemuliabiakan
Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit. Beberapa bibit cacing tanah diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke
dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah). Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti  cacing tanah itu betah dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing akan berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara disiram dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat berwarna bening (tidak berwarna hitam atau cokelat tua).
4)        Reproduksi, Perkawinan
Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur.
Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini  diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor.
Diperkirakan 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.
c.       Pemeliharaan
1)        Pemberian Pakan
Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai media.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah, antara lain :
·         pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender.
·         bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
·         pakan ditutup dengan plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.
·         pemberian pakan berikutnya, apabila masih tersisa pakan terdahulu, harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi.
·         bubur pakan yang akan diberikan pada cacing tanah mempunyai perbandingan air 1:1.
2)        Penggantian Media
Media yang sudah menjadi tanah/kascing atau yang telah banyak telur (kokon) harus diganti. Supaya cacing cepat berkembang, maka telur, anak dan induk dipisahkan dan ditumbuhkan pada media baru. Rata rata penggantian media dilakukan dalam jangka waktu 2 Minggu.
3)        Proses Kelahiran
Bahan untuk media pembuatan sarang adalah: kotoran hewan, dedaunan/Buah-buahan, batang pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar, kertas koran/kardus/kayu lapuk/bubur kayu.
Bahan yang tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai bahan, kecuali kotoran ternak, diaduk dan ditambah air kemudian diaduk kembali. Bahan campuran dan kotaran ternak dijadikan satu dengan persentase perbandingan 70:30 ditambah air secukupnya supaya tetap basah.
6.      Hama dan Penyakit
Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain: semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain.
Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air cukup.
7.      Panen
Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing). Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan
cacing tanah itu dengan medianya.
Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal. Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat
diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya siap di panen.
8.      Gambaran Peluang Agribisnis
Cacing tanah merupakan komoditi ekspor yang belakangan ini mendapat respon yang besar dari para petani ataupun pengusaha. Hal ini disebabkan karena besarnya permintaan pasar internasional dan masih kurangnya produksi cacing tanah. Budidaya cacing tanah dapat memberikan hasil yang besar dengan penanganan yang baik.

BUDIDAYA IKAN GURAME(Osphronemus gouramy)


1. PENGANTAR
Gurame merupakan ikan yang memiliki pertumbuhan agak lambat namun harganya relatif meningkat setiap saat. Untuk memberi petunjuk bagi masyarakat yang berminat di bawah ini diuraikan tata cara budidayanya.
2. JENIS
Jenis ikan gurame yang dikenal masyarakat berdasarkan bentuknya ada 2 (dua) yaitu:
1) Gurame angsa (soang) : badan relatif panjang, sisik relatif lebar. Ukuran yang bisa dicapainya berat 8 kg, panjang 65 cm.
2) Gurame Jepang : badan relatif pendek dan sisik lebih kecil. Ukuran yang dicapai hanya 45 cm dengan berat kurang dari 4,5 kg. Jika dilihat dari warnanya terdapat gurame hitam, putih dan belang.
3. MEMILIH INDUK
Induk yang dipakai sebaiknya mencapai umur 3 tahun. Untuk membedakan induk jantan dan betina bisa dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:
1) Induk betina
Ikan betina mempunyai dasar sirip dada yang gelap atau berwarna kehitaman, warna dagu ikan betina keputih-putihan atau sedikit coklat, jika diletakkan di lantai maka ikan betina tidak menunjukan reaksi apa-apa. Sebaiknya sudah berumur 3~7 tahun.
2) Induk jantan
Ikan jantan mempunyai dasar sirip berwarna terang atau keputih-putihan, mempunyai dagu yang berwarna kuning, lebih tebal daripada betina dan menjulur. Induk jantan apabila diletakkan pada lantai atau tanah akan menunjukan reaksinya dengan cara mengangkat pangkal sirip ekornya ke atas. Selain mengetahui perbedaan induk jantan dan betina, perlu juga diketahui demi keberhasilan pembenihan gurame ini. Induk telah berumur 3~7 tahun. Berbeda dengan induk ikan tambakan, induk ikan gurame ini semakin bertambah umurnya akan mengeluarkan telur semakin banyak, perut akan membulat dan relatif penjang dengan warna badan terang. Sisik-sisiknya usahakan tidak cacat/hilang dan masih dalam keadaan tersusun rapi.
Induk betina yang cukup umur dan matang kelamin ditandai dengan perutnya akan membesar ke belakang atau di dekat lubang dubur. Pada lubang anus akan nampak putih kemerah-merahan. Dan apabila kita coba untuk meraba perutnya akan teras lembek.
4. PEMIJAHAN
Pemasukan air dilakukan pagi-pagi sekali, sehingga menjelang jam 10.00 kolam telah berisi air setengahnya. Induk-induk yang telah lolos seleksi dimasukkan dalam kolam dengan hati-hati dan penuh kasih sayang. Perbandingan jumlah antara induk jantan dan betina biasa 1 : 1 - 14. Dengan harapan induk jantan paling sedikit bisa mengawini dua ekor induk betina dalam satu tarikan.
Setelah dilepaskan dalam kolam pemijahan biasanya induk jantan tidak otomatis langsung membuat sarang, tetapi terlebih dahulu berjalan-jalan, berenang kesana-sini mengenal wilayahnya. Setelah 15 hari sejak dilepaskan, induk jantan biasanya sudah langsung disibukkan oleh kegiatannya membuat sarang.
Garis tengah sarang biasanya kurang lebih 30 cm, yang biasanya dikerjakan oleh induk jantan ini selama seminggu (7 hari). Setelah sarang selesai dibuat, induk jantan cepat-cepat mencari dan merayu induk betina untuk bersamasama memijah disarang. Induk betina ini akan menyemprotkan telur-telurnya kedalam sarang melalui lubang sarang yang kecil, kemudian jantan akan menyemprotkan spermanya, yang akhirnya terjadilah pembuahan didalam istana ijuk ini. Tidak seperti halnya ikan mas yang pemijahannya hanya beberapa jam saja, pemijahan ikan gurame ini biasanya berlangsung cukup lama. Induk jantan bertugas menjaga sarang selama pemijahan berlangsung.
Setelah pemijahan selesai, biasanya giliran induk betina yang bertugas menjaga keturunannya, dengan terlebih dulu menutup lubang sarang dengan ijuk atau rumputan kering. Dengan nalurinya sebagai orang tua yang baik, biasanya induk betina ini menjaga anaknya dengan tak lupa mengipaskan siripnya terutama sirip ekor kearah sarang. Gerakan sirip induk betina ini akan meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air. Air dengan kandungan oksigen yang cukup akan membantu menetaskan telur-telur dalam sarang. Sebab seperti diketahui, telurpun butuh oksigen dalam prosesnya menjadi benih ikan. Sementara dengan kasih sayang induk betina menjaga keturunanya, induk jantan akan kembali menyusun sarang dan memikat induk betina yang lainnya untuk melanjutkan keturunannya.
Dari atas kolam kita bisa mengetahui induk-induk yang telah memijah tanpa turun ke kolam dengan melihat adanya bau amis, dan terlihat adanya lapisan minyak tepat di atas sarang pemijahan.
5. PENETASAN
Penetasan telur bisa dilakukan di paso, aquarium atau pun ember-ember plastik. Cara memindahkan telur dari dalam sarang ke paso/aquarium dilakukan dengan hati-hati tidak terlalu kasar untuk menghindari agar telur tidak pecah. Sarang bahan dari ijuk yang ada 5 cm dibawah permukaan air dan telah ditutup rapat, diangkat dengan cara dimasukkan kedalam ember yang berisi 3/4 bagian ember. Sarang menghadap ke atas dan ditenggelamkan kemudian perlahan-lahan tutup sarang dibuka, maka telur-telur akan keluar dan mengambang dipermukaan air.
Selanjutnya telur diangkat dengan mengunakan piring kecil untuk dipindahkan ke pasoaquarium atau ember bak yang telah diisi air bersih yan sudah diendapkan. Penggantian air dilakukan secara rutin agar telur-telur menetas dengan sempurna dan telur yang tidak menetas segera dikeluarkan.
Telur akan menetas dalam tempo 30 ~ 36 jam.
6. PENDEDERAN
Selama 5 hari benih-benih belum membutuhkan makanan tambahan, karena masih mengisap kuning telur (yolk sack). Setelah lewat masa itu benih membutuhkan makanan yang harus disuplai dari luar. Oleh karenya jika masih belum ditebarkan di kolam harus diberi makan infusoria.
Jika benih hendak ditebarkan di kolam, kolam harus dikeringkan dan dipupuk dengan pupuk kandang 1 kg/m2. Setelah seminggu benih ditebarkan, yaitu ketika air kolam sudah berubah menjadi kehijau-hijauan. Benih gurame umur 7 hari dapat dipasarkan kepada para pendedar dengan system jual sarang sehinga frekuensi pembenihan dapat ditingkatkan. Padat tebar pendederan 50 ~ 100 ekor/m2, sementara kolam yang digunakan berkisar 50.250 m2.

09 Juni 2015

Komodo Varanus Komodoensis

     Hewan dengan nama ilmiah Varanus komodoensis atau kadal komodo adalah spesies kadal terbesar didunia dengan panjang rata-rata yaitu 2-3 meter. Hewan yang hanya hidup di Indonesia ini adalah salah satu hewan yang dilindungi karena termasuk salah satu spesies hewan yang terancam punah. Jumlah komodo yang ada diperkirakan tinggal berjumlah sekitar 4000-5000 ekor.
 
Komodo atau sering disebut Naga Komodo
     Komodo sendiri hidup di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Sili Dasami. Pulau Komodo sendiri telah ditetapkan menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Komodo.
 
     Komodo bereproduksi dengan cara bertelur. Perkawinan komodo terjadi antara bulan Mei dan agustus. Telur-telur yang dihasilkan dari perkawinan tersebut nantinya akan diletakkan dilubang-lubang sarang sampai menetas. Telur tersebut akan menetas sekitar 7 bulan.
 
     Komodo adalah salah satu spesies pemakan daging (bangkai) atau disebut karnivora. Mereka berburu mangsa dengan mengandalkan racun atau lebih tepatnya air liur yang dipenuhi dengan banyak bakteri yang sangat mematikan. Mereka memakan semua jenis bangkai yang ada, bahkan mereka akan memakan jenis mereka sendiri (kanibal) jika kekurangan pangan.

Pengetahuan Tentang Burung

     Burung atau unggas (Aves) adalah jenis hewan yeng termasuk kedalam vertebrata atau hewan bertulang belakang yang memiliki bulu dan sayap. Walaupun burung itu memiliki bulu dan sayap tetapi ada beberapa jenis burung yang tidak bisa terbang (contoh: Burung Unta, Burung kasuari, dll). 
Burung Merpati
     Ada lebih dari 9.000 spesies burung yang ada didunia dan sekitar 1.500 spesies hidup di Indonesia. Dewasa ini banyak jenis burung yang dibudidayakan oleh manusia untuk dipelihara karena keunikannya dan juga untuk konsumsi. Kehidupan burung sangat berkaitan dengan manusia karena manfaatnya, tetapi selain itu ada juga jenis burung yang merugikan bagi manusia khususnya petani karena menjadi salah satu hama.
 
Burung Murai Batu salah satu primadona para pecinta burung ocehan
     Reproduksi burung adalah dengan cara bertelur. Perkembangbiakan burung ada yang lambat tetapi memang ada yang sangat cepat sampai tidak terkendali seperti burung gereja.
Burung Puyuh yang sedang bertelur
     Burung juga bisa disebut sebagai hewan Omnifora karena sebagian besar dari spesies burung adalah pemakan segala. Makanan burung sendiri adalah biji-bijian, cacing, ikan, serangga, madu, dll.
Burung Pipit sawah menjadi hama bagi para petani
Sumber referensi: Wikipedia, Dinas Pertanian, dan beberapa sumber lainnya.

Katak dan Kodok

     Secara umum mungkin terjadi salah kaprah antara katak dan kodok. Ada yang menganggap bahwa katak dan kodok itu sama. Sebetulnya katak dan kodok itu berbeda, walaupun memang banyak kesamaan.

Persamaan Katak dan Kodok :
  • Hewan Amfibi dalam Ordo  Anura
  • Berkaki empat (tetrapoda)
  • Berdarah dingin (poikiloterm)
Perbedaan Katak dan Kodok:
  • Kulit; Umumnya katak memiliki kulit halus, lembab, dan berlendir, sedangkan kodok atau bangkong memiliki kulit kasar, berbintil-bintil, dan kering.
  • Bentuk kaki belakang; Umumnya kaki belakang katak kuat, panjang, dan berseput yang diadaptasikan untuk melompat, memanjat, dan berenang. Sedangkan kaki belakang kodok pendek karena lebih disesuaikan untuk berjalan sehingga kurang pandai melompat.
  • Bentuk tubuh; Umumnya katak memiliki bentuk tubuh yang ramping. Sedangkan kodok memiliki tubuh yang gemuk dan pendek.
  • Kemampuan melompat; Umumnya katak mampu melompat hingga jauh bahkan jenis-jenis katak pohon mampu melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Sedangkan kodok umumnya kurang pandai melompat.
     Perkembangbiakan/Reproduksi Katak dan Kodok diawalinya dengan bertelur yang kebanyakan ditaruh didalam air (walaupun ada beberapa spesies katak dan kodok yang bertelur didarat misal daun "katak bertaring dari sulawesi. Setelah setelah beberapa waktu akan berubah menjadi kecebong. Dan setelah itu jadilah katak dan kodok dewasa.
Gambar: Katak bertaring dari Sulawesi
     Habitat Katak dan Kodok berada hutan rimba, padang pasir, tepi-tepi sungai dan rawa, perkebunan dan sawah, hingga ke lingkungan pemukiman manusia.